Kemurungan. Sendirian. Zona aman. Kadang hidup berputar pada siklus menyedihkan itu. Sama seperti yang saya rasakan pada The Magician’s Elephant.

gambar : goodreads.com

Mungkin ini karya terbaik yang pernah saya baca dari Kate DiCamillo. Penulis seakan menyiram habis seisi cerita dengan nuansa sunyi yang tidak selesai-selesai. Malam di kota Baltese yang digambarkan tenang, seakan masih belum cukup untuk ‘memurungkan’ suasana. Berbagai tokoh yang di awal cerita tidak jelas keterkaitannya, dikisahkan dengan sangat apik memiliki masa lalu suram yang membuat masing-masing dari mereka tidak punya alasan untuk ‘merasa gembira’. Ditambah lagi dengan dialog cerdas, saya merasa tidak ingin berhenti untuk melahap halaman demi halaman buku ini.

Cerita dibuka dengan munculnya seekor gajah dari atap pertunjukkan sulap. Sang gajah, yang ternyata dimunculkan oleh mantra sihir (yep, it’s a kids story by the way) oleh si pesulap, mendatangkan kejutan bagi seisi kota. Bukan hanya karena atap gedung pertunjukan yang hancur, atau karena kaki seorang bangsawan yang remuk karenanya, namun keindahannya menjadi oase bagi warga kota yang murung. Gajah itu mendadak menjadi bahan omongan setiap saat, dingin malam tidak menghalangi mereka untuk mengantri melihatnya terkurung di dalam kandang. Mereka melihat gajah itu sebagai simbol kehancuran, sekaligus keindahan yang tak terkira. Pesan apa sebenarnya yang ingin disampaikan sang gajah? Beberapa orang merasakannya sebagai sebuah keajaiban, dan ini diyakini sebagai awal. Orang-orang itulah yang menghiasi karakter buku ini, karena mereka memang sedang mencari jawaban masa lalu masing-masing, dan kemunculan gajah di tengah kota mengingatkan mereka akan satu hal, selalu ada waktu untuk keajaiban.

Kate DiCamillo adalah seorang penulis cerita anak-anak. Beberapa bukunya yang sudah saya baca adalah The Tale of Desperaux, Because of Winn-Dixie, The Tiger Rising, dan yang terakhir The Magician’s Elephant. Entah masalah alih bahasa atau apa, hanya sedikit novel terjemahan yang bisa saya nikmati sebaik novel Indonesia, novel ini salah satunya.

The Magician’s Elephant adalah kisah penuh kejutan tentang penantian keajaiban. Sama mengejutkannya dengan benang merah antar karakter yang dijalin dengan cerdas oleh penulis di akhir cerita. Akhir dari buku ini semacam ‘jalan tengah’ yang diambil oleh penulis, karena ekspektasi orang dewasa tentu lebih dari sekedar happy ending, namun anak-anak juga harus tetap dibuat tersenyum.

Saya akan mengunjungi lagi kisah DiCamillo yang lain, dan akan siap untuk terkejut dan terkejut lagi. Kebetulan masih ada kisah boneka kelinci Edward Tulane yang belum saya baca. Ada yang berminat meminjamkan?